Katarak

·    DEFINISI
1.    Katarak adalah : Keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
     Katarak adalah : adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya, bervariasi sesuai tingkatannya dari sedikit sampai keburaman total dan menghalangi jalan cahaya. dalam perkembangan katarak yang terkait dengan usia penderita dapat menyebabkan penguatan lensa, menyebabkan penderita menderita miopi, menguning secara bertahap dan keburaman lensa dapat mengurangi persepsi akan warna biru. Katarak biasanya berlangsung perlahan-lahan menyebabkan kehilangan penglihatan dan berpotensi membutakan jika tidak diobati. Kondisi ini biasanya mempengaruhi kedua mata, tapi hampir selalu satu mata dipengaruhi lebih awal dari yang lain.
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :
1.Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar
2.Sekunder, akibat tindakan Pembedahan lensa
3.Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.

·         ETIOLOGI
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
  1. Faktor keturunan.
  2. Cacat bawaan sejak lahir.
  3. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
  4. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
  5. gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
  6. gangguan pertumbuhan,
  7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
  8. Rokok dan Alkohol
  9. Operasi mata sebelumnya.
  10. Trauma (kecelakaan) pada mata.
Faktor-faktor lainya yang belum diketahui

·         KLASIFIKASI
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a.       Katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
b.      Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas1 tahun dan di bawah 40 tahun.
c.       Katarak senil, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
a.Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama bila penenganannya kurang tepat.
·            Faktor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah:
- penyakit metabolik yang diturunkan
- riwayat katarak dalam keluarga
  - infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.
Bentuk katarak kongenital yang di kenal adalah :
·         Katarak polar (piramidalis) anterior
Terjadi akibat gangguan perkembangan lensa pada saat mulai terbentuk plakoda lensa.
·         Katarak polar (piramidalis) posteriornya
Terjadi akibat arteri hialoid yang menetap (persisten) pada saat tidak dibutuhkan lagi oleh    lensa metabolismenya.
·         Katarak lamelar atau zonular
Terjadi akibat gangguan perkembangan serat.
·         Katarak sental.
Katarak halus yang terlihat pada bagian nukleus embrional.

b. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenitalis serta merupakan penyulit penyakit sistemik atau metabolik dan penyakit lainnya, seperti :
1.      Katarak metabolik
·                      Katarak diabetik dan galaktosemik
·                      Katarak hipokalsemik
·                      Katarak defisiensi gizi
·                      Katarak amino asiduria (sindrom lowe dan homosisteinuria)
·                      Penyakit wilson
·                      Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2.      Otot : distrofi miotonik (usia 20-30 tahun)
3.      Katarak traumatik
4.      Katarak komplikata
·                      Kelainan kongenital dan herediter
·                      Katarak degeneratif
·                      Katarak anoksik
·                      Toksik
·                      Katarak radiasi

c.         Katarak Senilis
Semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebab nya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun banyak kasus katarak senilis yang ditemukan berkaitan dengan faktor keturunan, maka riwayat penyakit keluarga perlu di tanyakan.
Epidemiologi, Sampai saat ini katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus katarak.
Stadium :
Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:
1.      Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal)
Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien
Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi
2.      Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder
3.      Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imaturtidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif.
4.      Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni.
Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi :
1.      Nuclear sclerosis, merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna biru
2.      Kortical, terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior.
3.      Posterior subcapsular, merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma.

·         MANIFESTASI KLINIS
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis. tanda dan Gejala umum penyakit katarak meliputi :
  • Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
  • Peka terhadap sinar atau cahaya.
  • Dapat melihat dobel pada satu mata.
  • Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
  • Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak pada oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di mlam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan. Bisa melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia), dan juga penglihatan perlahan-lahan berkurang dan tanpa rasa sakit.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelapak lebar atau kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.

Gejala Klinis
Gejala Subyektif:
1.      Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif.
2.      Visus mudur yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan, Bila :Kekeruhan tipis,kemunduran visus sedikit atau sebaliknya. dan kekeruhan terletak diequator, tak ada keluhan apa-apa.
3.      Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.
4.      Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang disebabkan oleh karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan menyebabkan silau.
5.      Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopi, hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi cembung dan refraksi power mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh dimuka retina.
Gejala Obyektif:
1.      Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.
2.      Jika mata diberi sinar dari samping: Lensa tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar hitam
3.      Pada fundus reflex dengan opthalmoskop: kekeruhasn tersebut tampak hitam dengan latar oranye. dan pada stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar orange, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.
4.      Kamera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut kamera anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaukoma.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
1.       Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2.       Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3.       Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4.       Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5.       Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6.       Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7.       Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8.       EKG, kolesterol serum, lipid
9.       Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10.   Keratometri.
11.   Pemeriksaan lampu slit.
12.   A-scan ultrasound (echography).
13.   Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.
14.   USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.


PENATALAKSANAAN MEDIS
TERAPI
Bedah Katarak Senil.
Bedah katarak senil dibedakan dalam bentuk ekstraksi lensa intrakapsular dan ekstraksi
tensa ekstrakapsular.
Ekstraksi lensa intrakapsular
Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Lensa dikeluarkan berama-sama dengan kapsul lensanya dengan memutus zonula Zinn yang telah pula mengalami degenerasi.
Pada ekstraksi lensa intrakapsular dilakukan tindakan dengan urutan berikut :
1.      Dibuat flep konjungtiva dari jam 9.00 sampai 3.00 melalui jam 12.
2.      Dilakukan fungsi bilik mata depan dengan pisau.
3.      Luka kornea diperlebar seluas 1600
4.      Dibuat iridektomi untuk mencegah glaucoma blokade pupil pasca bedah.
5.      Dibuat jahitan korneosklera.
6.      Lensa dikeluarkan dengan krio.
7.      Jahitan kornea dieratkan dan ditambah.
8.      Flep konjungtifa dijahit.
Faktor yang mempersulit saat pembedahan yang dapat terjadi adalah :
1.      Kapsul lensa pecah sehingga lensa tidak dapat dikeluarkan bersama-sama kapsulnya. Pada keadaan ini terjadi ekstraksi lensa ekstrakapsular tanpa rencana karena kapsul posterior akan tertinggal.
2.      Prolaps badan kaca pada saat lensa dikeluarkan.

Bedah ekstraksi lensa intrakapsular (EKIK) masih dikenal pada negera dengan ekonomi
rendah karena :
·         Teknik yang masih baik untuk mengeluarkan lensa keruh yang mengganggu
penglihatan.
·         Teknik dengan ongkos rendah.

Ekstraksi lensa ekstrakapsular.
Pada ekstraksi lensa kapsuler dilakukan tindakan sebagai berikut :
a.       Flep konjungtiva antara dasar dengan fornik pada limbus dibuat dari jam 10.00 – 14.00
b.      Dibuat pungsi bilik mata depan.
c.       Melalui pungsi ini dimasukkan jarum untuk kapsulotomi anterior.
d.      Dibuat luka dari jam 10 sampai jam 2.
e.       Nucleus lensa dikeluarkan.
f.       Sisa korteks lensa dilakukan irigasi sehingga tinggal kapsul posterior saja.
g.      Luka kornea dijahit.
h.      Flep konjungtifa dijahit.

Penyulit yang dapat timbul adalah terdapat korteks lensa yang akan membuat katarak
Sekunder ialah :
Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modern menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea. Fakoemulsifikasi adalah tehnik operasi katarak terkini. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur tersebut sampai bersih. Sebuah lensa Intra Ocular (IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2.8 mm, sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk foldable lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktifitas sehari-hari.
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda dibawah 40-50 tahun, tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7 mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau subluksasi lensa. Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps menurun. Insisi yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan edema dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang relatif labih cepat, mudah dilakukan pada katarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps iris, perdarahan ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya katarak sekunder sama seperti pada teknik EKEK, sukar dipelajari oleh pemula, alat yang mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar, endotel ’loss’ yang besar. Penyulit berat saat melatih keterampilan berupa trauma kornea, trauma iris, dislokasi lensa kebelakang, prolaps badan kaca. Penyulit pasca bedah berupa edema kornea, katarak sekunder, sinekia posterior, ablasio retina.
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata sampai luka pembedahan sembuh.
Untuk mencegah astigmat pasa bedah EKEK, maka luka dapat diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi. Pada tindakan fako ini lensa yang katarak di fragmentasi dan diaspirasi.
SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah.
  1. Ilyas S., 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit  FKUI, hlm : 128.
  2. Ilyas S., 2008. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
            Pre-operasi
a.       Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan ditandai oleh mata berkabut, lensa mata keruh buram seperi susu.
      Intervensi:
       a.     Observasi ketajaman penglihatan (visus) dasar klien
       b.     Beritahu klien untuk mencegah glare (sinar yang menyilaukan)
   c.  Beritahu klien untuk mencegah penggunaan warna biru, hijau dan ungu pada materi cetakan/tulisan
      d.  Kolaborasi: Prosedur tindakan pembedahan berupa pengangkatan lensa

b.      Anxietas berhubungan dengan tindakan operasi ditandai oleh keluarga klien ingin tahu lebih banyak tentang operasi.
      Intervensi:
a.    Berikan penjelasan tentang prosedur pembedahan untuk menjawab rasa ingin tahu klien dan keluarga klien
b.    Anjurkan klien untuk berdoa sesuai dengan agamanya
c.  Pantau kembali rasa cemas klien dan keluarga klien


c.       Resiko terjadinya cedera berhubungan dengan pandangan terbatas
      Intervensi:
a.    Orientasikan klien pada lingkungan
b.    Anjurkan keluarga klien untuk membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari
c.  Beritahu klien untuk naik turun 1x dalam satu waktu


Post-Operasi
a.       Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan
      Intervensi:
a.    Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata
b.    Tekankan pentingya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi
c. Obeservasi tanda-tanda terjadinya infeksi, misal kemerahan, kelopak bengkak, drainase purulen


b.      Resiko terjadinya cedera pada mata berhubungan dengan tindakan pembedahan.
      Intervensi:
a.    Posisikan klien bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan klien
b.    Batasi aktivitas klien seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk, batuk/bersin, mengangkat benda berat >7,5kg dan tidur/berbaring pada sisi operatif
c.  Tekankan pentingnya menggunakan pelindung mata saat aktivitas beresiko tinggi

Otitis Media Akut

a.      Definisi
Otitis media adalah infeksi atau inflamasi / peradangan di telinga tengah.Telinga sendiri terbagi menjadi tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah:
Ø  Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar.
Ø  Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.
Ø  Sebagai sawar kuman yang mungkin akan masuk ke dalam telinga tengah
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

b.      Etiologi
-    Disfungsi tuba eustachi
-    Bakteri piogenik juga adalah penyebabnya, dan yang tersering yaitu Streptococcus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Hemofilus influenza, Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada pasien.


Faktor resioko
-          Infeksi saluran pernapasan atas
-          Gangguan pertahanan tubuh
-          Usia (bayi lebih mudah terjangkit)
-          Paparan udara yang mengiritasi
-          Sindrom down
-          Anak laki-laki lebih mungkin dibandingkan anak perempuan untuk mengembangkan otitis media dengan efusi.
-          Orang tua yang merokok dianggap berhubungan dengan peningkatan kedua otitis media kronis dan akut.

Faktor pencetus terjadinya otitis media supuratif akut (OMA), yaitu :
Infeksi saluran napas atas. Otitis media supuratif akut (OMA) dapat didahului oleh infeksi saluran napas atas yang terjadi terutama pada pasien anak-anak.
Gangguan faktor pertahanan tubuh. Faktor pertahanan tubuh seperti silia dari mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba Eustachius merupakan pencetus utama terjadinya otitis media supuratif akut (OMA).
Usia pasien. Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut (OMA) karena letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan lebih horisontal.
Stadium Otitis Media Supuratif Akut (OMA)

c.       Manefestasi Klinis
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruhmembran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi
ruptur.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjad ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasie yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali.Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis medi serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi. Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
Secara umum gejala klinis yang timbul antara lain:
-          Nyeri
-          Demam
-          Timbul nanah
-          Kehilangan pendengaran
-          Tinittus (berdengung)
-          Membran merah dan menggelembung

d.      Epidemiologi
-          Usia puncak kejadian adalah 6 bulan sampai 15 bulan dan itu jarang terlihat di atas 5 tahun.
-          Otitis media terjadi lebih pada musim dingin dari bulan-bulan musim panas karena biasanya berhubungan dengan flu.
-          Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa tapi ini paling tidak biasa.

e.       Klasifikasi
Perubahan mukosa telinga sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium : (1)stadium oklusi tuba Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4)stadium perforasi dan (5)stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar.
1.    Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklus tuba Eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2.    Stadium Hiperemis
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3.    Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan menbran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagi daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4.    Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture mebran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah, sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Stadium ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
5.    Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlaan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walau tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat meninggalkan gejala sisa (sequele) berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

f.       Pemeriksaan diagnostik
1.      Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan      tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
2.      Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.
3.      Pembuatan audiogram dan X- foto mastoid

g.      Komplikasi
-          Perforasi gendang telinga
-          Otitis media kronis
-          Labyringitis
-          Meningitis
-          Sepsis intrakranial
-          Abses superiosterial
-          Abses otak
-          Choleasteatoma
-          Kejang-kejang

h.      Penatalaksanaan medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi, virulensi bakteri, dan status fisik klien. Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah amoksilin, pilihan kedua digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksilin. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau trimetroprim. Untuk otitis media serosa (otitis media dengan efusi) terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan. Untuk otitis media serosa yang persisten dianjurkan untuk melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan kedalam membrane timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negatif dengan memungkinkan drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan.

i.  Rencana Asuhan Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga tengah
Intervensi:
a.    Beri posisi nyaman
rasinonal: dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
b.    Kompres panas di telinga bagian luar
rasional: menghangatkan dapat melebarkan pembuluh darah, meningkatkan reabsorbsi dari cairan dan mengurangi bengkak. 
c.    Kompres dingin
rasional: untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
d.  Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
rasional: dapat mengurangi nyeri



b. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan penurunan ketajaman pendengaran
        Intervensi
a.    Memandang klien ketika sedang berbicara
   rasional: agar klien merasa bahwa dirinya  berbicara ada yang memperhatikannya
b.     Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak
rasional: agar memudahkan klien untuk mengerti apa yang dibicarakan
c.     Memberikan pencahayaan yang memadai bila klien bergantung pada gerab bibir
rasional: klien dapat melihat dengan jelas apa yang kita bicarakan
d.    Menggunakan tanda – tanda nonverbal ( mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh ) dan bentuk komunikasi lainnya.
rasional: untuk memperjelas bila klien tidak mengerti apa yang kita bicarakan
e.     Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi dengan klien
rasional: agar keluarga bisa berkomunikasi dengan baik bila klien sudah beradaa d rumah/di luar
  f.   Bila klien menginginkan mendengar dapat digunakan alat bantu pendengaran.
  rasional: untuk membantu pendengaran klien


Daftar pustaka
Smelter, Suzanne C., 2001 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.Jakarta.EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC